Perbedaan Kalsinasi Dan Sintering Pada Sintesis Superkonduktor



Salah satu pendekatan yang digunakan untuk transformasi fasa adalah kalsinasiKalsinasi yaitu pemanasan pada temperatur tinggi, tetapi masih berada di bawah titik lelehTujuan kalsinasi untuk membuang komposisi yang tidak dibutuhkan, seperti air (H2O), air kristal (dalam bentuk OH) dan gas (CO2) sehingga menghasilkan bahan dalam bentuk oksida (Pujaatmaka dan Qadratillah, 1995). Selain menghilangkan zat-zat yang tidak diperlukan, kalsinasi juga mempengaruhi Fv dalam sintesis superkonduktor BSCCO. Nilai Fv akan semakin besar dengan kenaikan suhu dan waktu tahan kalsinasi (Khafifah et al., 2011). Kalsinasi yang tidak sempurna mengakibatkan sampel menggelembung. Beberapa faktor yang mempengaruhi kalsinasi, yaitu suhu pemanasan, waktu penahanan suhu dan kecepatan pendinginan (Suryawan, 2008).
Menurut James (1988) selama kalsinasi terjadi peristiwa pelepasan H2O dan OH yang berlangsung sekitar suhu 100°C hingga 300°C. Setelah itu terjadi pelepasan gas-gas seperti CO2 yang berlangsung pada suhu 600°C dan pada tahap ini disertai terjadinya pengurangan berat yang cukup berarti. Pada suhu lebih tinggi, sekitar 800°C struktur kristalnya sudah terbentuk, dimana pada kondisi ini ikatan diantara partikel serbuk belum kuat dan mudah lepas.
Sintering merupakan pembakaran (pemanasan pada temperatur tinggi) yang secara umum menurunkan energi bebas disertai perubahan dimensional. Sintering bertujuan untuk mengubah bentuk partikel-partikel kecil atau kelompok-kelompok kecil yang seragam, sehingga membentuk ikatan yang kuat dan keras. Suhu sintering biasanya dilakukan di bawah titik leleh bahan dasarnya (Van Vlack, 1989).
Sintering berpengaruh cukup besar pada pembentukan fasa kristal bahan. Fraksi fasa yang terbentuk umumnya bergantung pada waktu dan suhu sintering. Semakin besar suhu sintering dimungkinkan semakin cepat proses pembentukan kristal tersebut, sedangkan sintering yang cukup akan menyebabkan partikel halus menjadi lebih padat (Van Vlack, 1989). Sintering memerlukan suhu tinggi agar butiran-butiran partikel saling mendekat sehingga menyebabkan transformasi padatan berpori menjadi padat (Ristic, 1989).
Faktor-faktor yang mempengaruhi sintering adalah ukuran butir, suhu dan waktu pembakaran serta tekanan (Van Vlack, 1989). Pada proses ini terjadi perubahan struktur mikro, seperti perubahan ukuran pori, pertumbuhan butir (grain growth), peningkatan densitas, dan penyusutan massa (Ristic, 1989). Tinggi rendahnya suhu juga berpengaruh pada bentuk, ukuran dan struktur pertumbuhan kristal (Van Vlack, 1989).

Suhu sintesis superkonduktor Bi-2223 yang kurang optimal menyebabkan terbentuk impuritas, sehingga kemurnian sampel rendah. Dengan demikian, parameter suhu sintering yang semakin tinggi sampai pada batas optimum akan diperoleh pembentukkan fasa Bi-2223 dengan kemurnian yang lebih baik (Reviana, 2014). Semakin tinggi suhu sintering yang digunakan maka diperoleh Fv yang semakin tinggi (Khafifah et al., 2011). Penelitian Surahman et al. (2019) dan Lusiana (2013) menunjukkan bahwa pembentukan superkonduktor BSCCO-2223 terjadi pada suhu 865°C. Sedangkan, penelitian Susanti (2010) menunjukkan pembentukan superkonduktor BSCCO-2223 sangat pendek, yaitu berkisar antara 835°C sampai 857°C.
Selain suhu sintering, pertumbuhan fasa 2223 akan meningkat sejalan dengan lamanya waktu sintering. Hal ini mengidentifikasikan bahwa pertumbuhan fasa 2223 telah berlangsung (Gunawan et al., 1996). Namun, dipihak lain, peningkatan waktu sintering mengurangi porositas bahan, meningkatkan konektivitas antar grain, dan kristal yang terbentuk semakin lebih terorientasi sumbu c yang memberikan peluang meningkatnya nilai rapat arus Jc (Nurmalita dan Evi Yufita, 2016).


Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Post

Recent Posts Widget

Subscribe Us

Recent Posts

Flag Counter

Flag Counter

Mengenai Saya

Foto saya
Bandar Lampung, Lampung, Indonesia